Beberapa orang khalayak umum sering mengatakan pertantangan anatara
teori dan fakta. Sesungguhnya teori tidak bertentangan dengan fakta. Apabila
kita menghadapi suatu problem maka kita akan memgembangkan hipotesa berdasarkan
pengalaman yang dapat kita peroleh. Secara sadar atau tidak usaha memecahkan
suatu problem itu merupakan kegiatan berteori. Berteori adalah aktifitas mental
untuk mengembangkan ide yang dapat menerangkan mengapa dan bagaimana sesuatu
itu terjadi. Akan tetapi berteori tidak
sama dengan teori itu sendiri, karena berteori masih merupakan sebuah hipotesa
terhadap suatu problem. Jadi hipotesa adalah teori yang masih membutuhkan bukti-bukti
empiris lebih lanjut.
Jadi teori itu ibarat rumus. Maksudnya suatu permasalahan yang ada
bisa dianalisa dengan suatu teori. Misalnya, Ibrahim Alfian dalam desertasinya
tentang “perang di Jalan Allah”, yakni tentang perang Aceh. Ia menggunakan
pendekatan Collective Behavior yang menganalisa kenapa perang Aceh tersebut
sangat susah dipadamkan dan berlangsung cukup lama. Ada dorongan yang
mempengaruhi individu di Aceh waktu itu, yaitu doktrin agama, Jihad. Selain
itu, dalam menganalisa sejarah Indonesia secara umum terutama
Pengertian Sejarah menurut Bapak Sejarah, Herodotus adalah satu
kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh,
masyarakat dan peradaban. Memeperlihatan pola perkembangan dan kemerosotan.
Fase perkembangan dan kemerosotan dapat dijelaskan dengan dua cara. Pertama,
kemakmuran yang berkelanjutan memunculkan arogansi. Manusia yang arogan mudan
mengabaikan peringatan. Sekali melanggar batas-batas kemanusiaan mereka,
hukuman mengenai mereka adalah dalam bentuk keadilan dan retribusi. Kedua,
kemunculan dan kejatuhan Negara-negara dapat dijelaskan dalam istilah
kebudayaan lembek dan kebudayaan keras. Kebudayaan keras adalah kebudayaan yang
memiliki pemerintahan pusat, bebas dan terbelakang. Kebudayaan lembek adalah
kebudayaan yang kaya, rentan ditaklukan oleh kebudayaan dari luar dan
diperintah oleh seorang raja yang absolute. Herodotus juga memakai informasi
lisan dalam menyusun karyanya. Dalam karyanya tersebut dapat dibedakan mana
yang perkataan langsung dan yang tidak langsung. Pada yang pertama adalah
rekonstruksinya sendiri terhadap peristiwa-peristiwa dan dipakai untuk
menyatakan tema-tema, sementara yang berikutnya dipakai untuk mewakilio
intisari dari perkataan-perkataan langsung.
Thucydides
Dalam karyanya berjudul The Peloponnesian War, ia
menunjukkan ketelitian dan respek terhadap kebenaran dan bukti laiknya yang
diperlihatkan oleh para sejarawan modern. Thucydides berusaha meliput
peristiwa-peristiwa hangat, seperti halnya Herodotus. Ia mengatakan, dari bukti
yang ada, setiap orang tidak akan keliru siapa yang punya pandangan hingga
keadaan zaman purbakala yang molek nyaris seperti apa yang saya gambarkan, yang
tidak menaruh kepercayaan pada kata orang ; penyair mana yang bersyair dengan
lagu, yang memperindah dan memperjelas tema-tema mereka, disatu sisi. Dan
disisi lain, pembuat kronik mana yang mengarang dengan visi yang lebih
menyenangkan ketimbang mengungkapkan kebenaran,
Apa kabar teman ?masih sehat pastinya. Apakah kalian baik-baik
saja?Baiklah saya tidak perlu bertele-tele lagi, saya hanya meanyakan kabar
kalian. Lama kita tidak berjumpa, entah kalian sibuk dengan rutinitas dunia
yang berjubel, kuliah pastinya. Ada yang sudah kerja? Alhamdulillah selamat ber
part time ria, yang jelas jangan lupakan kuliah. Bulan april, mei, juni,
juli dan agustus silam berjuang bersama merajut cerita-cerita indah. Masih
ingatkah kaliah hey kawan?Secerca peristiwa di sudut Magelang?Di mana kampus
membersamakan kita untuk sebuah kehidupan atas angin, yah kebersamaan yang
berlawanan arus.Mari membicarakan makna, mengayam kata dan menarikan jari-jari
menjadi sebuah tulisan.Entah kenapa saya ingin mentafsirkan kalian satu-satu,
penafsiran yang maha subyektif dari saya.Kata “saya” di sini biar kelihatan
semi militer, eh maksudnya semi formal diganti dengan “Aku”.Baiklah sebaiknya
aku mulai dari komunitas kaum Adam dulu, middle, dan lanjut ke kaum hawa. Indramayu, Kota sejuta burjo-nan
*hey mas Muh. Murtafi’ul Afifi, nick name is Afifi, Fiul, Si Mur,
Afif, Murtaf atau entahlah, aku lebih suka memanggilmu Afifi. Si Afifi begitu.Titik. Hmm apa kabar mas
beroo? Apakah kamu tambah gendut? Dengar-dengar porsi makanmu berkurang, apa
gara-gara si Sawi(atau apa aku lupa)? Tentunya tidak, sampai detik ini aku
masih optimis dengan pola makanmu, tidak ada masalah sedikitpun kan? Manusia
dengan porsi makan dewa.Aku menyebutmu sang penghabis, the last man. Eh Apakah
kamu masih suka menyembunyikan pakaian kotor di pojokan kamar?Pas sekali kamu
dengan tipikal anak rantauan, si laundry menjadi solusi. Hey si lelaki yang
selalu terjaga dalam tidur, apakah dengkurmu sudah mengalahkan sang petir?
Rasanya belum ya.Sisi positif dari pola tidurmu teman-teman mengidolakanmu
menjadi satpam, artinya bunyi gerak kecilpun kamu bangun, bahkan semut-semut
yang berjalan pelan pun bisa membangunkanmu.
“aku
belum ngantuk kog”, katamu disaat kami asyik ngobrol.
“eh
fi, besok katanya mau turun ke Jogja, aku titip . . “, “he fii !!”,kataku dengan nada tinggi.
“grooooooookkk,
Zzzzzzzzz”, katamu sambil bersenandung dalam mimpi.
Itu lah, baru satu hal yang kuingat darimu..masih ada seribu lagi.
Hey mas Afifi, masih suka tidak mandi? Pastinya masih.Apa kabar cewekmu?
Kayaknya untuk pertanyaan ini tidak usah aku bahas, terlalu retoris.Semoga kamu
sukses ya dan ajari aku untuk hal yang satu ini.Kayaknya kamu guru yang baik
untuk berguru.Oia, gimana Valentino Rossi, eh maksudku kabar motormu?Apakah
masih suka balapan?Pertama kali aku dibonceng rasanya mau muntah gara-gara
keringatmu.Bukan itu maksudku, kecepatanya mengalahkan kereta Pramex Jepang
boy.Disitu aku dapat ilmu baru, bahwa kelincahan mengalahkan segalanya, tapi
nyawa diradang mata.Kalau yang satu ini tentunya kamu masih ingat, tentang
papan informasi yang jatuh tertiup angin. Mendadak muka kamu merah padam, bukan
marah tapi mati gaya. Kalau ini aku numpang ngakak aja ya gan , wkwkwk.
Sudahlan tidak baik membicarakan rentetan sudut negative dari orang, dosa.Eh
kalau kamu bukan orang to? Jadi ga papa yak.
Si kipper andalan dari UNY ini juga jadi pelatih. Apa kabar juga
team mu? Masih eksis bergulat dalam pertandingan? Sudah berapa piala yang kamu
rebut sekarang? Okelah pokoknya.Tetap semangat dan tetap berkarya kawan.
Sang
Penikmat Gorengan
*mas Arfan
ArdiYANTO.Aku lebih suka memanggilmu mendo, tapi lebih keren lagi Yanto. Kata
kamu itu nama dari Bapakmu. Ternyata masih ada orang yang sayang kamu, Bapak
Yanto dan Ibu Yanto, ehm.Tentunya Mbak Yanto alias mabk mu itu juga.Biarkan si
Desy eh D*sy (Sudah disensor)
melayang layang dengan si dia toh kamu masih punya keluargamu, tapi jangan
masukin aku ke daftar list mu lho, aku tidak MAHO. Hey apa kabar teman si murah/muram
senyum? Sudah stadium berapa otak kamu? Masih waras kan? Ya ya ya.Pernah dengar
ini pantun ini bos? ;
“ke malang mencari kutu, Macan itu nampak garang”
“Apapun usahamu, mbak Sarah tetap milik akang”
Masih kah tidak menyerah?Atau pura-pura tidak sadar? Terlalu capek
aku mengingatkanmu, kompetisi itu munafik harganya. Hanya sebuah hiburan mungil
ditengah peradaban tanpa hiburan.Betul tidak kawan? Eh ngomong-ngomong dompetmu
sudah ketemu belum hey si rupa masam? Benar-benar rentetan kesedihan yang
mendalam, tertawa pun kamu enggan.Hidup ga mau, tapi jangan mati dulu, dosamu
bos, bukan sebiji kurma, tapi setinggi mahameru.Hehehe. Hey lelaki penakut
kegelapan, seperti mukamu yang gelap padam, aku lupa bertanya kabar tentang mu?
Sejenak basa-basi tidak jelas, tapi ikhlas aku bertanya kabar dengan mu, apakah
Fine?Or ?semoga begitulah. Aku masih
ingat candaan tidak jelasmu, seperti hatimu yang tidak jelas ;
“Boos,
minuman opo nek diombe nyolok moto?”, katamu sambil mnyeringai.
“mbuh
fan, lah opo jawabane?”. Kata aku penasaran.
Lalu
kamu mempraktekan dengan bodohnya aku yang memperhatikan.Dalam hati menggenggam
palu dan melemparkan ke arah kamu.
“plaaakkk!!!”,
lamunanku terhenti ketika tanganku memukul mukaku sendiri.
“hehehe,
apek to booss”, jawabmu seakan tidak terjadi apa-apa.
Lalu
aku pura-pura mati saja.
Hey mas terjorok sedunia, aku tak bisa membanyangkan dan sorry ga
bakal tak banyangkan, seperti apa bentuk kamar kamu sesungguhnya. Aku masih
ingat ketika posko menjadi sarang jemuran kotor milikmu. Di bawah kasur, di
dekat pintu, di jendela etc. untuk pakainmu yang berada di dekat pintu, maaf
seribu maaf itu aku kira “welcome/alas/keset”.
Banyak teman-teman seperguruan menasbihkan seperti itu.Tapi aku akui, kamu
sesosok manusia unik menurutku. (ini bukan berarti aku suka lho, nanti dikira
MAho). Eh, gimana
Ilmu pengetahuan semakin
berkembang pesat, apalagi di abad yang serba modern ini. Teknologi ciptaan
manusia mengalami kemajuan yang cukup significan dalam segala aspek dan mengisi
peradaban manusia, tentu dengan segala dampaknya. Manusia semakin cerdas dan
kritis dalam membangun peradaban ini. Dari zaman ke zaman, abad ke abad, silih
berganti, dari barat ke timur dan sekarang ke barat lagi (Yunani-Romawi masa
klasik, Islam dengan Dinasti-dinastinya dan sekarang Eropa dengan
peradabannya).
Tidak bisa kita pungkiri
dampak dari hal ini adalah tulisan. Ilmu pengetahuan lahir karena tulisan. Kecerdasan
memang ada pada otak, karena manusia diberi akal oleh Allah, akan tetapi jika
pemikiran brilian tersebut tidak dituangkan dalam tulisan hal ini akan menjadi
absurd. Cobalah kita membayangkan dunia tidak ada tulisan/buku? Karena dalam
sejarah tingkat mengenal tulisan tersebut menjadi tolak ukur maju atau tidaknya
sebuah peradaban, tentu dalam arti secara global.
Tradisi menulis yang
dipunyai oleh orang-orang barat dan timur berdampak pada kemajuan intelektual
sekarang ini. Mari kita coba menengok masa silam di mana para ilmuan Islam
menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam sebuah tulisan. Masa Dinasti Abbasiah
mengalami puncak kejayaan di bawah pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M).
Pada masa ini kesejahteraan social, kesehatan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
berada pada zaman keemasan karena ketika
itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia..
Zaman ini melahirkan ilmuan
terkemuka seperti Al Kindi, Ibn Sina, Al Farabi dan lainnya dengan berbagai
karyanya dalam bidang filsafat, kedokteran dan masih banyak lagi. Selanjutnya pada
masa Bani Ummayah di Cordova (Spanyol) muncul Abu Bakr ibn Thufail, Ibn Rusyd.
Proses penterjemahan karya-karya dari masa Klasik (Yunani-Romawi) dan
karya-karya lainnya yang
Nama
kecil Ki Bagus Hadikusumo adalah Raden Hidayat. Ia lahir pada tanggal 24
November 1890 di kampung Kauman[1]
Yogyakarta dan meninggal pada tanggal 3 September 1954. Ia merupakan putra
ketiga dari lima bersaudara, ayahnya bernama Raden Hasyim, seorang pejabat
agama Islam atau abdi dalem lurah bidang keagamaan Keraton Yogyakarta pada masa
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Keluarga Raden Hidayat termasuk keluarga yang
taat beragama, serta termasuk keluarga yang berhasil mendidik putra-putrinya
menjadi seorang yang shaleh. Kelima anak dari Raden Hidayat tercatat sebagai
tokoh-tokoh Muhammadiyah yang cukup dikenal secara luas dikalangan
Muhammadiyah, yaitu H. Sudjak, KH Fachrudin[2],
Ki Bagus Hadikusumo, KH. Zaini, dan Siti Munjiyah.[3]
Pendidikan
yang dilewati Ki Bagus, sebagaimana anak-anak pada waktu itu hanya sampai pada
sekolah rakyat, selebihnya dilakukan dengan mengaji kepada para ulama yang ada
di kampung Kauman dan sekitarnya. Selain menimba ilmu di pesantren Wonokromo,
Ki Bagus juga menekuni secara langsung pengajaran dari KH Ahmad Dahlan. Ilmu
yang diperoleh tersebut ditambah dengan karya karya ulama lainnya berpengaruh
pada dirinya. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya Ki Bagus lainnya seperti Poetaka
Iman, Risalah Katresnan Djati, Poestaka Hadi dan Poetaka Islam.[4]
Selain itu juga tercermin lewat pemikiran-pemikiran lepas maupun sikap hidup
yang ditunjukan oleh Ki Bagus sendiri. Motivasi untuk berjuang menyebarkan
agama Islam yang sebenar-benarnya juga sangat besar, ini terlihat Ki Bagus
sering mendapat tugas untuk bertabligh ke pelosok-pelosok sambil membawa barang
dagangan yang sekiranya laku dijual.[5]
Ki
Bagus sangat tegas, disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Secara tetap dia
melakukan kontrol pada pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi anak-anaknya mulai
dari ibadah, belajar, waktu bermain, bekerja, serta kewajiban-kewajiban
lainnya. Ki Bagus adalah ulama yang sangat konsekuen terhadap ilmu dan
keyakinannya, ia adalah orang yang teguh dalam pendiriannya. Tidak hanya
aturan-aturan agama saja yang dijunjung tinggi, akan tetapi keputusan rapat
yang telah disepakati bersama harus tetap dilaksanakan. Ki Bagus bukan ahli
politik ataupun tata negara. Ia adalah seorang ulama yang mempunyai cita-cita,
yaitu Islam yang menjadi keyakinannya. Baginya segala pembicaraan yang sudah
menyentuh keyakinan, maka ia takkan mundur. Oleh karena itu dalam dunia
pergerakan ia selalu berada dibelakang, akan tetapi apabila perjuangan sudah
sampai taraf mempetahankan keyakinan barulah ia maju kedepan untuk menyatakan
menang atau kalah.
Terlepas
dari segala kekurangan yang ada dalam diri Ki Bagus Hadikusumo sebagai seorang
manusia, ia adalah orang yang konsekuen dengan apa yang diyakininya. Sebagai
seorang ulama, guru, pemimpin, selaigus ayah ia berusaha dengan segala
kemampuan untuk menjalankan ajaran agamanya. Apa yang dilakuakan Ki Bagus baik
pada masa penjajahan maupun dalam Persyarikatan Muhammadiyah tidak lepas dari
keyakinan yang dipegang secara teguh. Keyakinan itu adalah mempertahankan
kebenaran dan keadilan serta ketauhidan.
Peran Ki Bagus Hadikusumo dibidang Politik
Gagasan
dan perilaku politik tentang negara Islam baru muncul secara resmi di panggung
politik yaitu beberapa bulan menjelang diproklamasikan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu ketika BPUPKI bertugas menyusun UUD. Untuk
dasar negara telah muncul tiga konsep: Islam, Pancasila,