Minggu, 24 Juni 2012

Perubahan Sosial Surakarta 1830-1930

A. Latar belakang Perubahan Sosial
Pasca Konvensi London tahun 1814, yaitu Belanda mendapatkan kembali Hindia Belanda, maka Belanda terus memadamkan pemberontakan yang banyak terjadi di daerah-daerah.  Dampak kembalinya Belanda ini membawa dampak yang cukup besar bagi pribumi yaitu mengalami kegoncangan terhadap kehidupan bermasyarakat ditambah lagi Belanda menerapkan pembaharuan dalam berbagai bidang seperti dibidang politik, ekonomi sehingga membawa dampak dalam berbagai bidang juga, salah satunya dibidang social.  Tindakan pemerintah colonial untuk menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi untuk dijadikan Handlanger Gubernermen telah menurukan kewibawaan penguasa tradisional ini. Secara administrative para bupati atau para penguasa pribumi lainnya sebagai pegawai pemerintah Belanda yang ditempatkan di bawah pemerintahan colonial.
            Ini juga berdampak pada struktur social masyarakat. Lebih-lebih pada penduduk pedesaan, mereka harus menghadapi secara langsung intensifikasi penetrasi kekuasaan politik dan ekonomi baratyang telah terjadi sejak awal abad ke 19. Dengan dikenalnya system sewa tanah, pajak, pembukaan perkebunan swasta, dan ekonomi uang masyarakat mengalami perubahan social ekonomi dengan cepat dan dibarengi dengan disorganisasi masyarakat tradisional beserta lembaga-lembaganya. Sebelumya sejak politik etis dilancarkan, pemerintah colonial mulai memperhatikan perkembangan di pribumi.
            Perubahan-perubahan social ini terjadi, selain sebab-sebab di atas, sebab lain adalah perluasan pendidikan, terutama pendidikan dasar, kemudian layanan kesehatan mulai meluas sampai pelabuhan dan kampung-kampung. Peraturan baru tentang perlindungan terhadap tenaga buruh atau kuli pabrik/perkebunan, kemudian transportasi, budaya tandingan dari masyarakat, diperluasnya perkebunan dan

Rabu, 20 Juni 2012

“Lahir dan Mati”

Ada yang datang dan ada yang pergi. Yang telah pergi digantikan sama yang baru datang (hasby)

          
            Tidak dapat kita pungkiri bahwasanya mati itu pasti dating. Kita tidak tahu kapan datangnya, tidak pandang umur, waktu dan tanpa toleransi. Setiap makhluk yang hidup pasti akan mengalaminya, baik yang berakal, berinsting dan lain sebagainya (manusia, hewan, tumbuhan-red). Bahwasanya setiap yang bernyawa itu pasti akan mati. (QS.Al Imran:185). Tampaknya kematian memang rahasia tuhan yang tak seorang pun mengetahuinya. Tidak dapat diprediksi maupun diduga-duga, setiap kita tinggal menunggu kapan datangnya.
            Kata “mati” seperti menjadi momok bagi mereka yang belum siap. Maksudnya belum siap untuk menghadapi moment sacral tersebut dikarenakan beberapa actor. Antara lain amal dan perbuatannya belum banyak, sering berbuat jahat dan lain sebagainya. Tapi ada juga yang sama sekali tidak takut menghadapinya. Itu dikarenakan mereka sudah siap secara lahir dan batin. Mereka memang sudah mempersiapkan modal hidup untuk dunia maupun akhirat.
            Mati seakan menjadi bom waktu bagi kita semua, entah kapan? . Waktu itu terus berjalan dan peradaban terus berkembang. Detik, menit, jam, hari bulan dan tahun terus berjalan. Kita tidak pernah tahu apa rahasia tuhan. Sekali lagi kematian terus mengintai kita disudut mana pun kita berada. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. 4:78). Tidak akan pernah kita kuasa untuk menolaknya, entah bagaimanapun caranya. Presiden, kyai, ustadz, syech, pejabat, petani, dan bahkan pengemis pun pasti akan menemuinya (mati-red).

Jumat, 15 Juni 2012

APATISME


Di sudut gedung megah
Angin sepoi-sepoi menghembus
Rintik hujan menderu
Hilir mudik orang
Dengan sejuta aktivitasnya

Ku hempaskan diri,
Asap mengepul galau
Menunggu,
Jam bergerak tak kunjung usai

Di depan berkoar-koar..
Bak binatang lapar
Saling bertarung
Menyampaikan janji
Yah, janji lagi..

Tak peduli dalam kesepian
Setetes semangatku
Ku isi lagi

Interaksi Menghasilkan Energi


“La da’wata illa bil jihad, wa la jihada bila tadhiyyah”

Sekilas judul tulisan di atas sedikit berbau dengan rumus fisika, kimia atau apalah yang sejenisnya. Berawal dari pemikiran tentang sebuah pergerakan yang berbasis remaja dan pelajar yang bercorak sosio-keagamaan. Interaksi yang berarti hubungan sinergis yang diharapkan mengahsilkan energy, yakni gerak langkah organisasi yang mulus dan saling mendukung. Memang yang namanya teori pasti muluk-muluk mengonsepkan sesuatu hal, akan tetapi ada hal yang tak kalah pentingnya, yakni aplikasi atau penerapannya. Teori memang penting, tapi kadang teori tersebut  tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Walaupun sudah dilakukan observasi dari berbagai sudut, namun kadang hasil tidak semulus yang kita harapkan. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hal ini, diluar teori dan aplikasi, yakni Sumber Daya Manusianya atau dalam istilah pergerakkan dinamakan “Kader”.
Orang-orang yang bergerak menggerakkan sebuah organisasi pasti terkendala dengan Kader. Meskipun system perkaderan tersebut sudah dibuat sedemikian rupa. Generasi penerus memang sangat penting demi kelestarian sebuah organisasi. Pergerakkan akan macet jika orang-orangnnya kurang menyadari akan pentingnya kelangsungan organisasi. Rata-rata kesadaran mereka hanya pada taraf jabatan yang dipegang. Namun hal ini tidak “saklek” seperti ini, kadang dengan jabatan sendiri pun acuh tak acuh. Ini yang menjadi masalah klasik yakni mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan organisasi. Memang kepentingan pribadi tersebut adalah hak setiap anggota, namun di balik itu ada tanggung jawab yakni amanah yang mereka janjikan di awal pelantikan, itu pun jika diamalkan dalam mulut dan  masuk ke sanubari.
Memang simbolitas ketua itu penting, dalam artian ketua organisasi adalah bak nahkoda kapal. Kemana pun kapal itu bergerak nahkoda lah yang menentukan. Jika dimakna kan mutlak seperti itu ini akan mengesampingkan perangkat pembantu lainnya, seperti navigator, kapten kapal dan sebagainya. Ketua hanyalah symbol belaka. Dia tidak akan bisa bergerak jika jajaran penting dibawahnya tidak berjalan sesuai

Sabtu, 09 Juni 2012

Latar Belakang Revolusi Amerika Serikat


A.    Masa Awal
Satu faktor yang mendorong kepada perjuangan pemisahan dari Inggris adalah ciri manarik dan keunikan tersendiri yang berada dalam diri pendatang-pendatang yang berhijrah ke benua Amerika. Mereka meninggalkan negara asal karena  tidak berpuas dan juga bagi mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain. Walaupun mayoritias pendatang adalah berbangsa Inggris tetapi terdapat juga pendatang lain. Orang-orang Jerman dan Irlandia keturunan Skotlandia yang berdatangan sebagai imigran dalam jumlah besar pada waktu itu, jika digabungkan dengan orang-orang Swedia dan Belanda yang telah datang dalam abad ke-17, menciptakan suatu etnis yang kemudian mewarnai penduduk Amerika dalampembentukan bangsa.[1] Dari tahun 1739 hingga 1763 masa yang ditandai dengan banyaknya pertikaian internasional antara bangsa-bangsa di Eropa. Perdebatan ini mencakup antara lain, tentang persoalan seperti apa manfaatnya mengadakan perang dengan perancis dan spanyol dan bagaimana cara yang paling efektif untuk melaksanakan perang. Perbedaan pendapat yang terjadi tidak pernah diselesaikan secara jelas dan keadaan ini sendiri menampilkan bahwa Inggris selama pertengahan  abad 18, tidak mempunyai kebijaksanaan yang jelas atas koloni-koloninya dan hal ini mendorong ketidak puasan.
Sesudah perang yang terjadi antara Prancis dengan suku Indian (1754-1763)[2], suatu peperangan dimana Inggris dapat mengalahkan Prancis dan merebut daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kanada, Inggris sudah menyiapkan pasukan militer yang cukup besar. Inggris memusatkan pengawasan dibawah penguasa militer  dan memisahkan administrasinya dari politik colonial, Hal ini tentu saja menambah semakin memburuknya tata hubungan antara gubernur  koloni dan pimpinan militer[3].  
Akhirnya  4 gubernur dari golongan militer ini mengakhiri masa pemerintahannya dalam suasana politik yang tidak mudah didamaikan. Semua itu dikarenakan kebijakan pemerintah tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa akibat dari itu semua , pemerintah Inggris telah memaksakan suatu organisasi militer yang kuat ke dalam system politik yang lemah, akibatnya menimbulkan berbagai macam kesulitan selama 10 tahun

Jumat, 08 Juni 2012

Pemilihan, Polemik dan Dilema



Tinggal menghitung hari lagi, proses demokratis dengan pemilihan kepala desa akan berlangsung. Tepatnya pada tanggal 10 Juni 2012, proses tersebut akan menyelimuti desa yang bernama Srimartani. Prosesi akbar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat untuk dapat memilih secara langsung pemimpin mereka sesuai dengan hati nurani setiap individu. Hal tersebut merupakan implementasi dari paham demokrasi yang sudah sejak awal republik sampai detik ini dianut oleh Indonesia. Walaupun sedikit terdapat kecacatan system selama 32 tahun lamanya. Pemilihan langsung yang dimulai dari kepala Negara (Presiden dan wakilnya), wakil-wakil rakyat, kepala daerah, sampai pada tataran terendah birokrasi di Indonesia, salah satunya Kepala Desa.
Lurah adalah sebutan umum untuk kepala desa. Di beberapa tempat di Jawa tengah, nama lurah sering disebut juga dengan Bayan. Para lurah ini mempunyai ototritas tertinggi terhadap daerah yang dipimpinnya yakni kelurahan. Biasanya kelurahan membawahi beberapa desa-desa. Namun, Lurah juga masih berada pada pengawasan para Camat, begitu seterusnya system birokrasi di Indonesia.
Desa Srimartani adalah nama kelurahan yang mencalup kurang lebih 15 desa. Terletak di bawah pegunungan kidul, sebelum naik kea rah Wonosari, tepatnya Jl. Piyungan-Prambanan Km 1-2. Desa ini memiliki lahan yang cukup subur dan bisa dikatakan mata pencaharian penduduknya adalah agraris, ada juga pedagang, pegawai, wiraswasta dan sebagainya. Multicultural di desa ini