“La
da’wata illa bil jihad, wa la jihada bila tadhiyyah”
Sekilas
judul tulisan di atas sedikit berbau dengan rumus fisika, kimia atau apalah
yang sejenisnya. Berawal dari pemikiran tentang sebuah pergerakan yang berbasis
remaja dan pelajar yang bercorak sosio-keagamaan. Interaksi yang berarti
hubungan sinergis yang diharapkan mengahsilkan energy, yakni gerak langkah
organisasi yang mulus dan saling mendukung. Memang yang namanya teori pasti
muluk-muluk mengonsepkan sesuatu hal, akan tetapi ada hal yang tak kalah pentingnya,
yakni aplikasi atau penerapannya. Teori memang penting, tapi kadang teori
tersebut tidak sesuai dengan apa yang
terjadi di lapangan. Walaupun sudah dilakukan observasi dari berbagai sudut,
namun kadang hasil tidak semulus yang kita harapkan. Ada sesuatu yang
mengganjal dalam hal ini, diluar teori dan aplikasi, yakni Sumber Daya
Manusianya atau dalam istilah pergerakkan dinamakan “Kader”.
Orang-orang
yang bergerak menggerakkan sebuah organisasi pasti terkendala dengan Kader.
Meskipun system perkaderan tersebut sudah dibuat sedemikian rupa. Generasi
penerus memang sangat penting demi kelestarian sebuah organisasi. Pergerakkan
akan macet jika orang-orangnnya kurang menyadari akan pentingnya kelangsungan
organisasi. Rata-rata kesadaran mereka hanya pada taraf jabatan yang dipegang.
Namun hal ini tidak “saklek” seperti ini, kadang dengan jabatan sendiri
pun acuh tak acuh. Ini yang menjadi masalah klasik yakni mengutamakan
kepentingan pribadi di atas kepentingan organisasi. Memang kepentingan pribadi
tersebut adalah hak setiap anggota, namun di balik itu ada tanggung jawab yakni
amanah yang mereka janjikan di awal pelantikan, itu pun jika diamalkan dalam
mulut dan masuk ke sanubari.
Memang
simbolitas ketua itu penting, dalam artian ketua organisasi adalah bak nahkoda
kapal. Kemana pun kapal itu bergerak nahkoda lah yang menentukan. Jika dimakna
kan mutlak seperti itu ini akan mengesampingkan perangkat pembantu lainnya,
seperti navigator, kapten kapal dan sebagainya. Ketua hanyalah symbol belaka.
Dia tidak akan bisa bergerak jika jajaran penting dibawahnya tidak berjalan
sesuai
rel. Maksudnya perangkat pembantu ketua yang bergerak aktif. Perumpamaan seperti presiden yang bisa berjalan dengan dibantu oleh jajaran dibawahnya, ada wakil presiden, menteri, DPR, dan jajaran birokrasi mulai dari tingkat atas sampai pada tataran terendah. Program-program mereka pun akan jalan jika rakyat meng-amininya walaupun pemerintah punya sifat memaksa. Tanpa bantuan rakyat dan gerak yang sinergis antar kedua belah pihak, maka negara itu bisa dikatakan “GAGAL”. Bahkan seorang pemimpin dictator pun pasti akan kewalahan jika tidak di bantu jajaran penguatnya.
rel. Maksudnya perangkat pembantu ketua yang bergerak aktif. Perumpamaan seperti presiden yang bisa berjalan dengan dibantu oleh jajaran dibawahnya, ada wakil presiden, menteri, DPR, dan jajaran birokrasi mulai dari tingkat atas sampai pada tataran terendah. Program-program mereka pun akan jalan jika rakyat meng-amininya walaupun pemerintah punya sifat memaksa. Tanpa bantuan rakyat dan gerak yang sinergis antar kedua belah pihak, maka negara itu bisa dikatakan “GAGAL”. Bahkan seorang pemimpin dictator pun pasti akan kewalahan jika tidak di bantu jajaran penguatnya.
Organisasi
bagaikan rumah yang dihuni bersama-sama. Organisasi punya visi-misi tertentu
yang mulia untuk keselarasan anggota dan juga masyarakat luas. Mengambil
definisi dari organisasi yakni, sebuah perkumpulan dua orang atau lebih yang
mempunyai susunan kepengurusan yang jelas dan punya tujuan yang jelas pula. Maka
dari itu pergerakan terstruktur tersebut mau tidak mau jika ingin terus
berjalan harus ada korelasi antar pengurus dan organisasi yang berkaitan. Perdebatan
tentang sesuatu dalam sebuah rapat memang wajar adanya. Ini menunjukkan adanya
rasa kritis yang menaungi anggotanya, tentunya untuk tujuan perbaikan, dan perubahan
yang menuju ke arah kebaikan. Allah bersabda ”Sesungguhnya Allah mencintai
orang yang berjuang di jalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan akan
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (Q.S Ash-Shaff, 61:4)”.
Terlalu
lama vacuumnya organisasi juga menyebabkan para penghuni rumah
(Kader-red) menjadi malas untuk bergerak lagi, apalagi para anggota baru yang baru
merasakan manis asamnya sebuah perjuangan. Follow up dari sebuah kegiatan juga
menjadi sangat penting, hal ini untuk meminimalisir larinya para kader
tersebut. Para kader harus diwadahi dengan berbagai cara yang menarik. Tapi hal
klasik selanjutnya dalam organisasi (tataran bawah) adalah masalah dana. Kadang
dana memang sangat penting untuk kelangsungan organisasi. Organisasi tak akan
jalan juga jika tidak ada dana, karena dana adalah sumber penghidupan kedua
setelah kader (secara formal). Para anggota seperti siklus, lahir, tumbuh,
berkembang, hilang dan bahkan mati. Ada yang semangat membara, ada yang
setengah-setengah, ada yang malas-malasan, ada yang acuh tak acuh dan
sebagainya.
Namun,
selain masalahtersebut semangat dan rela meluangkan waktunya untuk kelangsungan
organisasi semacam menjadi hal yang langka. Tidak bisa dielakkan lagi, pasti
yang tampak hanya “itu-itu saja”. Banyak yang terkendala dengan kesibukan
masing-masing atau memang menyibukkan diri dengan hal yang lain. Ataukah sudah
jemu dengan organisasi yang lama dan pindah rumah yang lebih hijau lagi. Ketua
sebatas mengayomi dan berusaha sekuat mungkin untuk mencoba menggerakkan laju
roda sebuah organisasi. Tentu tidak lepas dari para jajaran inti yang bergerak
aktif saling membantu dan berkontribusi memikirkan masa depan rumah
(organisasi-red) tersebut. Pengurus inti menyusun konsep, dan langsung berusaha
mengaplikasikan konsep tersebut.
Jadi
masalah klasik dimanapun sebuah pergerakan adalah dana dan kader. Dana yang
banyak tapi kader yang lemas juga tidak akan berjalan yang ada hanya
penghambur-hamburan uang yang tidak bermanfaat. Namun kader yang militant dan
dana yang minim juga biasanya akan terus bergerak. Dengan modal semangat para
kader tersebut membuat otak berfikir dari mana dana dapat didapat. Jadi
semangat dan pengorbanan waktu itu adalah merupakan modal dalam sebuah
organisasi, pergerakan, yang non profit oriented. Anggotanya tidak
dibayar, hanya keikhlasan dan pengorbanan yang menjadi modal. Kadang uang dari
kantong pun keluar untuk urusan organisasi. Mungkin zaman sekarang kita sangat
sulit mencari kader yang mau untuk berjuang dalam organsisasi semacam ini. Tidak
mendapatkan apa-apa yang nyata (upah-red) dan hanya dapat capek dan emosi.
Sebenarnya
banyak sekali keuntungan berkecimpung dalam sebuah organisasi. Di sana kita
bisa belajar menghargai orang lain, bekerjasama menyusun dan mengadakan
kegiatan, tolong-menolong dalam segala hal. Berinteraksi dengan masyarakat,
birokrat, dan organisasi yang lainnya. Di sana kita bisa belajar tentang
tanggung jawab, menghargai pendapat, dan juga berpendapat. Kita juga akan
mengerti akan kesetiakawanan dan asam garam sebuah pengorbanan dan perjuangan.
Kita juga bisa yang cenderung hanya teori saja, di organisasi kita bisa mencoba
mengaplikasikannya. mengamalkan ilmu yang kita dapat dari pendidikan formal
Kadang kita berfikir “untuk apa kita melakukan ini? Mendingan nongkrong di
café, bercanda dengan teman-teman, bermain PES dan lain sebagainya”. Namun ada
yang lebih dari pada perjuangan tersebut, yakni pengalaman dan pertemanan. Ini
mungkin bisa bermanfaat kelak, karena masa depan siapa yang tahu, hanya Tuhan
yang tahu dan kita mengusahakan. Tapi optimisme pun mulai terbangun, Allah
bersabda “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu.(Q.S Muhammad,47: 7). Tetap semangat teman-temanku
semua, saya yakin hari esok akan lebih bermakna, ada hikmah di balik hal ini.
Percayalah…percayalah…
Munggur, 15 Juni 2012.
23:14 WIB
Hasby Marwahid
“Teruntuk
teman-temanku yang ada di bangku formal dan yang bukan.. selamat berjuang. !
mari kita runtuhkan ego dan ketidakadilan ! jangan berfikir apa yang kita dapat,
tapi apa yang sudah kita berikan, pasti
kita akan dapatkan lagi. Going to the ekstra miles”.
0 komentar:
Posting Komentar