Minggu, 30 Oktober 2011

Justifikasi saya untuk kalian, Part II.


Pendahuluan
Apa kabar teman ?masih sehat pastinya. Apakah kalian baik-baik saja?Baiklah saya tidak perlu bertele-tele lagi, saya hanya meanyakan kabar kalian. Lama kita tidak berjumpa, entah kalian sibuk dengan rutinitas dunia yang berjubel, kuliah pastinya. Ada yang sudah kerja? Alhamdulillah selamat ber part time ria, yang jelas jangan lupakan kuliah. Bulan april, mei, juni, juli dan agustus silam berjuang bersama merajut cerita-cerita indah. Masih ingatkah kaliah hey kawan?Secerca peristiwa di sudut Magelang?Di mana kampus membersamakan kita untuk sebuah kehidupan atas angin, yah kebersamaan yang berlawanan arus.Mari membicarakan makna, mengayam kata dan menarikan jari-jari menjadi sebuah tulisan.Entah kenapa saya ingin mentafsirkan kalian satu-satu, penafsiran yang maha subyektif dari saya.Kata “saya” di sini biar kelihatan semi militer, eh maksudnya semi formal diganti dengan “Aku”.Baiklah sebaiknya aku mulai dari komunitas kaum Adam dulu, middle, dan lanjut ke kaum hawa. 
                                        Indramayu, Kota sejuta burjo-nan




 *hey mas Muh. Murtafi’ul Afifi, nick name is Afifi, Fiul, Si Mur, Afif, Murtaf atau entahlah, aku lebih suka memanggilmu Afifi. Si Afifi begitu.Titik. Hmm apa kabar mas beroo? Apakah kamu tambah gendut? Dengar-dengar porsi makanmu berkurang, apa gara-gara si Sawi(atau apa aku lupa)? Tentunya tidak, sampai detik ini aku masih optimis dengan pola makanmu, tidak ada masalah sedikitpun kan? Manusia dengan porsi makan dewa.Aku menyebutmu sang penghabis, the last man. Eh Apakah kamu masih suka menyembunyikan pakaian kotor di pojokan kamar?Pas sekali kamu dengan tipikal anak rantauan, si laundry menjadi solusi. Hey si lelaki yang selalu terjaga dalam tidur, apakah dengkurmu sudah mengalahkan sang petir? Rasanya belum ya.Sisi positif dari pola tidurmu teman-teman mengidolakanmu menjadi satpam, artinya bunyi gerak kecilpun kamu bangun, bahkan semut-semut yang berjalan pelan pun bisa membangunkanmu.
“aku belum ngantuk kog”, katamu disaat kami asyik ngobrol.
“eh fi, besok katanya mau turun ke Jogja, aku titip . . “, “he fii !!”,kataku dengan nada tinggi.
“grooooooookkk, Zzzzzzzzz”, katamu sambil bersenandung dalam mimpi.
“!#!#@!$y↨♪6Ǒ↨♀كyҾ-,♣☺☻♥♠6”, lirikku sambil menenteng pedang.
Itu lah, baru satu hal yang kuingat darimu..masih ada seribu lagi. Hey mas Afifi, masih suka tidak mandi? Pastinya masih.Apa kabar cewekmu? Kayaknya untuk pertanyaan ini tidak usah aku bahas, terlalu retoris.Semoga kamu sukses ya dan ajari aku untuk hal yang satu ini.Kayaknya kamu guru yang baik untuk berguru.Oia, gimana Valentino Rossi, eh maksudku kabar motormu?Apakah masih suka balapan?Pertama kali aku dibonceng rasanya mau muntah gara-gara keringatmu.Bukan itu maksudku, kecepatanya mengalahkan kereta Pramex Jepang boy.Disitu aku dapat ilmu baru, bahwa kelincahan mengalahkan segalanya, tapi nyawa diradang mata.Kalau yang satu ini tentunya kamu masih ingat, tentang papan informasi yang jatuh tertiup angin. Mendadak muka kamu merah padam, bukan marah tapi mati gaya. Kalau ini aku numpang ngakak aja ya gan , wkwkwk. Sudahlan tidak baik membicarakan rentetan sudut negative dari orang, dosa.Eh kalau kamu bukan orang to? Jadi ga papa yak.
Si kipper andalan dari UNY ini juga jadi pelatih. Apa kabar juga team mu? Masih eksis bergulat dalam pertandingan? Sudah berapa piala yang kamu rebut sekarang? Okelah pokoknya.Tetap semangat dan tetap berkarya kawan.
Sang Penikmat Gorengan
*mas Arfan ArdiYANTO.Aku lebih suka memanggilmu mendo, tapi lebih keren lagi Yanto. Kata kamu itu nama dari Bapakmu. Ternyata masih ada orang yang sayang kamu, Bapak Yanto dan Ibu Yanto, ehm.Tentunya Mbak Yanto alias mabk mu itu juga.Biarkan si Desy eh D*sy (Sudah disensor) melayang layang dengan si dia toh kamu masih punya keluargamu, tapi jangan masukin aku ke daftar list mu lho, aku tidak MAHO. Hey apa kabar teman si murah/muram senyum? Sudah stadium berapa otak kamu? Masih waras kan? Ya ya ya.Pernah dengar ini pantun ini bos? ;
“ke malang mencari kutu, Macan itu nampak garang”
“Apapun usahamu, mbak Sarah tetap milik akang”
Masih kah tidak menyerah?Atau pura-pura tidak sadar? Terlalu capek aku mengingatkanmu, kompetisi itu munafik harganya. Hanya sebuah hiburan mungil ditengah peradaban tanpa hiburan.Betul tidak kawan? Eh ngomong-ngomong dompetmu sudah ketemu belum hey si rupa masam? Benar-benar rentetan kesedihan yang mendalam, tertawa pun kamu enggan.Hidup ga mau, tapi jangan mati dulu, dosamu bos, bukan sebiji kurma, tapi setinggi mahameru.Hehehe. Hey lelaki penakut kegelapan, seperti mukamu yang gelap padam, aku lupa bertanya kabar tentang mu? Sejenak basa-basi tidak jelas, tapi ikhlas aku bertanya kabar dengan mu, apakah Fine?Or ?semoga begitulah. Aku masih ingat candaan tidak jelasmu, seperti hatimu yang tidak jelas ;
“Boos, minuman opo nek diombe nyolok moto?”, katamu sambil mnyeringai.
“mbuh fan, lah opo jawabane?”. Kata aku penasaran.
Lalu kamu mempraktekan dengan bodohnya aku yang memperhatikan.Dalam hati menggenggam palu dan melemparkan ke arah kamu.
“plaaakkk!!!”, lamunanku terhenti ketika tanganku memukul mukaku sendiri.
“hehehe, apek to booss”, jawabmu seakan tidak terjadi apa-apa.
Lalu aku pura-pura mati saja.
Hey mas terjorok sedunia, aku tak bisa membanyangkan dan sorry ga bakal tak banyangkan, seperti apa bentuk kamar kamu sesungguhnya. Aku masih ingat ketika posko menjadi sarang jemuran kotor milikmu. Di bawah kasur, di dekat pintu, di jendela etc. untuk pakainmu yang berada di dekat pintu, maaf seribu maaf itu aku kira “welcome/alas/keset”. Banyak teman-teman seperguruan menasbihkan seperti itu.Tapi aku akui, kamu sesosok manusia unik menurutku. (ini bukan berarti aku suka lho, nanti dikira MAho). Eh, gimana

Selasa, 11 Oktober 2011

Dongeng Lalu


Temaram lampu kota mulai redup
Dikala malam berganti dini
Guyuran angin malam mulai sejuk menusuk
Berjejer keramain di gelap malam
Dengan sesuatu yang dirundung pilu
Ayam juga belum berkokok
Selintas teringat kabut silam
Di mana kami masih terlihat formal
Yah. . . putih abu-abu

Kejayaan mengangkang di atas kepala kami
Saat di mana mulai mengerti
Sahabat yang tak pernah abadi

Senin, 10 Oktober 2011

Nuun. By the pen and what they inscribe.

Oleh : Hasby Marwahid
Ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat, apalagi di abad yang serba modern ini. Teknologi ciptaan manusia mengalami kemajuan yang cukup significan dalam segala aspek dan mengisi peradaban manusia, tentu dengan segala dampaknya. Manusia semakin cerdas dan kritis dalam membangun peradaban ini. Dari zaman ke zaman, abad ke abad, silih berganti, dari barat ke timur dan sekarang ke barat lagi (Yunani-Romawi masa klasik, Islam dengan Dinasti-dinastinya dan sekarang Eropa dengan peradabannya).
Tidak bisa kita pungkiri dampak dari hal ini adalah tulisan. Ilmu pengetahuan lahir karena tulisan. Kecerdasan memang ada pada otak, karena manusia diberi akal oleh Allah, akan tetapi jika pemikiran brilian tersebut tidak dituangkan dalam tulisan hal ini akan menjadi absurd. Cobalah kita membayangkan dunia tidak ada tulisan/buku? Karena dalam sejarah tingkat mengenal tulisan tersebut menjadi tolak ukur maju atau tidaknya sebuah peradaban, tentu dalam arti secara global.
Tradisi menulis yang dipunyai oleh orang-orang barat dan timur berdampak pada kemajuan intelektual sekarang ini. Mari kita coba menengok masa silam di mana para ilmuan Islam menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam sebuah tulisan. Masa Dinasti Abbasiah mengalami puncak kejayaan di bawah pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Pada masa ini kesejahteraan social, kesehatan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan berada pada zaman keemasan karena ketika itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia..
Zaman ini melahirkan ilmuan terkemuka seperti Al Kindi, Ibn Sina, Al Farabi dan lainnya dengan berbagai karyanya dalam bidang filsafat, kedokteran dan masih banyak lagi. Selanjutnya pada masa Bani Ummayah di Cordova (Spanyol) muncul Abu Bakr ibn Thufail, Ibn Rusyd. Proses penterjemahan karya-karya dari masa Klasik (Yunani-Romawi) dan karya-karya lainnya yang 

HURUF*


Wahai huruf,
Bertahun kupelajari kau
Kucari faedah dan artimu
Kudekati kau saban hari
Saban aku jaga
Kutatp dikau dengan pengharapan
Pengharapan yang tidak jauh
Dari hendak ingin dapat dan tahu

Tetapi ; kecewa hatiku
Kupergunakan lain
Menjadi senjata di alam kanan
Agaknya belum juga berfaedah
Seperti yang kuhendakkan
Selalu dikau kususun rapi
Diatas kertas pengharapan yang maha tinggi

Tetapi. . .
Bilalah aku diliputi asap kemenyan sari
Tak kuasa aku menyusun kamu
Hingga susunan itu dapat dirasakan pula
Oleh segenap dunia
Sebagai yang kurasa pada waktu itu
Alangkah akan tinggi ucapan
Terimakasihku; bilalah kamu
Menjadi buku terbuka
Bagi manusia yang membacanya

Kaulah aku direndam lautan api
Hendaklah kamu meredam pembacanya
Bilalah aku sendu pilu
Hendaknya kamu merana dalam hatinya

Huruf, huruf. . .
Apalah nian sebabnya maka kami
Belum tahu akan maksudku. . ?

Sadar No. 5 Th. 11,
10 januari 1947
*Dikutip dari Pramaoedya Ananta Toer, Menggelinding 1 (ed: Astuti Ananta Toer), Jakarta: Lentera Dipayana, 2004.

Rabu, 05 Oktober 2011

Ruang Hampa


Berseru-seru dia kepada kami
Berputar-putar
Melingkar-lingkar
Tahukan dia kami bermuram

Muka-muka kosong tak berdaya
Hati menyimpan, pikiran beradu
Menari-nari kami terhenyak
Di belakang kami mendendam

“Berputar-putar
Melingkar-lingkar”,

Apa tidak terpikir
Hanya rutinitas manfaat
Patah arang
Ini pembodohan
Semangatmu asli, palsu dimata kami
Lemah dan bosan

“Berputar-putar
Melingkar-lingkar”,

Kata paham semakin jauh
Bosan mendekat
Kapan berontak?
Professor terbang melayang
Di bawah bayang-bayang
Tentang masa kejayaan

Kolong Kelas 111
October, 06 2011
08:09 WIB

Selasa, 04 Oktober 2011

Ki Bagus Hadikusumo, Perjuangan di Muhammadiyah dan Negara (1942-1953)


A.    Biografi Singkat Ki Bagus Hadikusumo
              Nama kecil Ki Bagus Hadikusumo adalah Raden Hidayat. Ia lahir pada tanggal 24 November 1890 di kampung Kauman[1] Yogyakarta dan meninggal pada tanggal 3 September 1954. Ia merupakan putra ketiga dari lima bersaudara, ayahnya bernama Raden Hasyim, seorang pejabat agama Islam atau abdi dalem lurah bidang keagamaan Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Keluarga Raden Hidayat termasuk keluarga yang taat beragama, serta termasuk keluarga yang berhasil mendidik putra-putrinya menjadi seorang yang shaleh. Kelima anak dari Raden Hidayat tercatat sebagai tokoh-tokoh Muhammadiyah yang cukup dikenal secara luas dikalangan Muhammadiyah, yaitu H. Sudjak, KH Fachrudin[2], Ki Bagus Hadikusumo, KH. Zaini, dan Siti Munjiyah.[3]
              Pendidikan yang dilewati Ki Bagus, sebagaimana anak-anak pada waktu itu hanya sampai pada sekolah rakyat, selebihnya dilakukan dengan mengaji kepada para ulama yang ada di kampung Kauman dan sekitarnya. Selain menimba ilmu di pesantren Wonokromo, Ki Bagus juga menekuni secara langsung pengajaran dari KH Ahmad Dahlan. Ilmu yang diperoleh tersebut ditambah dengan karya karya ulama lainnya berpengaruh pada dirinya. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya Ki Bagus lainnya seperti Poetaka Iman, Risalah Katresnan Djati, Poestaka Hadi dan Poetaka Islam.[4] Selain itu juga tercermin lewat pemikiran-pemikiran lepas maupun sikap hidup yang ditunjukan oleh Ki Bagus sendiri. Motivasi untuk berjuang menyebarkan agama Islam yang sebenar-benarnya juga sangat besar, ini terlihat Ki Bagus sering mendapat tugas untuk bertabligh ke pelosok-pelosok sambil membawa barang dagangan yang sekiranya laku dijual.[5]
                 Ki Bagus sangat tegas, disiplin dalam mendidik anak-anaknya. Secara tetap dia melakukan kontrol pada pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi anak-anaknya mulai dari ibadah, belajar, waktu bermain, bekerja, serta kewajiban-kewajiban lainnya. Ki Bagus adalah ulama yang sangat konsekuen terhadap ilmu dan keyakinannya, ia adalah orang yang teguh dalam pendiriannya. Tidak hanya aturan-aturan agama saja yang dijunjung tinggi, akan tetapi keputusan rapat yang telah disepakati bersama harus tetap dilaksanakan. Ki Bagus bukan ahli politik ataupun tata negara. Ia adalah seorang ulama yang mempunyai cita-cita, yaitu Islam yang menjadi keyakinannya. Baginya segala pembicaraan yang sudah menyentuh keyakinan, maka ia takkan mundur. Oleh karena itu dalam dunia pergerakan ia selalu berada dibelakang, akan tetapi apabila perjuangan sudah sampai taraf mempetahankan keyakinan barulah ia maju kedepan untuk menyatakan menang atau kalah.
                 Terlepas dari segala kekurangan yang ada dalam diri Ki Bagus Hadikusumo sebagai seorang manusia, ia adalah orang yang konsekuen dengan apa yang diyakininya. Sebagai seorang ulama, guru, pemimpin, selaigus ayah ia berusaha dengan segala kemampuan untuk menjalankan ajaran agamanya. Apa yang dilakuakan Ki Bagus baik pada masa penjajahan maupun dalam Persyarikatan Muhammadiyah tidak lepas dari keyakinan yang dipegang secara teguh. Keyakinan itu adalah mempertahankan kebenaran dan keadilan serta ketauhidan.  
  1. Peran Ki Bagus Hadikusumo dibidang Politik
Gagasan dan perilaku politik tentang negara Islam baru muncul secara resmi di panggung politik yaitu beberapa bulan menjelang diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu ketika BPUPKI bertugas menyusun UUD. Untuk dasar negara telah muncul tiga konsep: Islam, Pancasila,

Senin, 03 Oktober 2011

Next?


Sajak-sajak pelan mengalir lembut
Mendadak membuncah
Sang Kholik sudah menitahkan
Waktu  duga dan tidak diduga
Tabir pembuka kejadian
Selaksa anak panah
Meluncur cepat
Tepat sasaran !

Mendung menutup langit
Seakan tidak rela
Angin semilir terasa syahdu
Sang juang dan gigih
Telah berpulang
Kapan kami menyusul?
Sekarang, lusa, esok,
Entah. . . .
End!

Monday, Okt 03, 2011.
12:12 AM
Munggur