Beberapa orang khalayak umum sering mengatakan pertantangan anatara
teori dan fakta. Sesungguhnya teori tidak bertentangan dengan fakta. Apabila
kita menghadapi suatu problem maka kita akan memgembangkan hipotesa berdasarkan
pengalaman yang dapat kita peroleh. Secara sadar atau tidak usaha memecahkan
suatu problem itu merupakan kegiatan berteori. Berteori adalah aktifitas mental
untuk mengembangkan ide yang dapat menerangkan mengapa dan bagaimana sesuatu
itu terjadi. Akan tetapi berteori tidak
sama dengan teori itu sendiri, karena berteori masih merupakan sebuah hipotesa
terhadap suatu problem. Jadi hipotesa adalah teori yang masih membutuhkan bukti-bukti
empiris lebih lanjut.
Jadi teori itu ibarat rumus. Maksudnya suatu permasalahan yang ada
bisa dianalisa dengan suatu teori. Misalnya, Ibrahim Alfian dalam desertasinya
tentang “perang di Jalan Allah”, yakni tentang perang Aceh. Ia menggunakan
pendekatan Collective Behavior yang menganalisa kenapa perang Aceh tersebut
sangat susah dipadamkan dan berlangsung cukup lama. Ada dorongan yang
mempengaruhi individu di Aceh waktu itu, yaitu doktrin agama, Jihad. Selain
itu, dalam menganalisa sejarah Indonesia secara umum terutama masa pergerakan
nasional, kita juga bisa menggunakan teorinya A.J Toynbe, Kelompok minoritas
kreatif, yang mana sejarah Indonesia masa pergerakan diotaki oleh para kaum intelektual
yang kreatif, seperti Soekarno, Hatta, Ahmad Dahlan, Hasyim Ashari dan lain
sebagainya. Kita tahu, pada saat itu mayoritas penduduk Indonesia masih
terkungkung dalam lingkaran penjajahan yang menyebabkan kebodohan.
Teori bukan hanya ikhtisar ringkas data, tidak tidak hanya
menjelaskan apa yang terjadi, tetapi menjawab pertanyaan, mengapa sesuatu itu
terjadi. Contoh lain yang mudah adalah seperti memasak. Cara dan bahanya sama,
akan tetapi tidak jarang hasil atau rasanya berbeda dari satu orang dengan yang
lainnya. Semua itu tergantung dari si pemasak. Begitu juga dengan seorang
peneliti, terutama sejarawan yang tak luput dari rasa subyektifitas karya.
Walaupun didukung dengan fakta-fakta, akan tetapi dalam proses interpretasinya,
hal yang bernama subyektif itu tidak pernah luput. Terlepas dari itu, teori
juga menjelaskan fakta-fakta di lapangan yang diketahui untuk dianalisa lebih
jauh. Maka dari itu teori berfungsi sebagai pisau analisis untuk sebuah
penelitian ilmiah.
Munggur, December 28, 2011
1:23 A.M
0 komentar:
Posting Komentar