Selasa, 27 Desember 2011

Berteori dengan Teori

Beberapa orang khalayak umum sering mengatakan pertantangan anatara teori dan fakta. Sesungguhnya teori tidak bertentangan dengan fakta. Apabila kita menghadapi suatu problem maka kita akan memgembangkan hipotesa berdasarkan pengalaman yang dapat kita peroleh. Secara sadar atau tidak usaha memecahkan suatu problem itu merupakan kegiatan berteori. Berteori adalah aktifitas mental untuk mengembangkan ide yang dapat menerangkan mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi. Akan tetapi berteori  tidak sama dengan teori itu sendiri, karena berteori masih merupakan sebuah hipotesa terhadap suatu problem. Jadi hipotesa adalah teori yang masih membutuhkan bukti-bukti empiris lebih lanjut.
Jadi teori itu ibarat rumus. Maksudnya suatu permasalahan yang ada bisa dianalisa dengan suatu teori. Misalnya, Ibrahim Alfian dalam desertasinya tentang “perang di Jalan Allah”, yakni tentang perang Aceh. Ia menggunakan pendekatan Collective Behavior yang menganalisa kenapa perang Aceh tersebut sangat susah dipadamkan dan berlangsung cukup lama. Ada dorongan yang mempengaruhi individu di Aceh waktu itu, yaitu doktrin agama, Jihad. Selain itu, dalam menganalisa sejarah Indonesia secara umum terutama masa pergerakan nasional, kita juga bisa menggunakan teorinya A.J Toynbe, Kelompok minoritas kreatif, yang mana sejarah Indonesia masa pergerakan diotaki oleh para kaum intelektual yang kreatif, seperti Soekarno, Hatta, Ahmad Dahlan, Hasyim Ashari dan lain sebagainya. Kita tahu, pada saat itu mayoritas penduduk Indonesia masih terkungkung dalam lingkaran penjajahan yang menyebabkan kebodohan.
Teori bukan hanya ikhtisar ringkas data, tidak tidak hanya menjelaskan apa yang terjadi, tetapi menjawab pertanyaan, mengapa sesuatu itu terjadi. Contoh lain yang mudah adalah seperti memasak. Cara dan bahanya sama, akan tetapi tidak jarang hasil atau rasanya berbeda dari satu orang dengan yang lainnya. Semua itu tergantung dari si pemasak. Begitu juga dengan seorang peneliti, terutama sejarawan yang tak luput dari rasa subyektifitas karya. Walaupun didukung dengan fakta-fakta, akan tetapi dalam proses interpretasinya, hal yang bernama subyektif itu tidak pernah luput. Terlepas dari itu, teori juga menjelaskan fakta-fakta di lapangan yang diketahui untuk dianalisa lebih jauh. Maka dari itu teori berfungsi sebagai pisau analisis untuk sebuah penelitian ilmiah.  
Munggur, December 28, 2011
1:23 A.M

0 komentar:

Posting Komentar