Herodotus
Pengertian Sejarah menurut Bapak Sejarah, Herodotus adalah satu
kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh,
masyarakat dan peradaban. Memeperlihatan pola perkembangan dan kemerosotan.
Fase perkembangan dan kemerosotan dapat dijelaskan dengan dua cara. Pertama,
kemakmuran yang berkelanjutan memunculkan arogansi. Manusia yang arogan mudan
mengabaikan peringatan. Sekali melanggar batas-batas kemanusiaan mereka,
hukuman mengenai mereka adalah dalam bentuk keadilan dan retribusi. Kedua,
kemunculan dan kejatuhan Negara-negara dapat dijelaskan dalam istilah
kebudayaan lembek dan kebudayaan keras. Kebudayaan keras adalah kebudayaan yang
memiliki pemerintahan pusat, bebas dan terbelakang. Kebudayaan lembek adalah
kebudayaan yang kaya, rentan ditaklukan oleh kebudayaan dari luar dan
diperintah oleh seorang raja yang absolute. Herodotus juga memakai informasi
lisan dalam menyusun karyanya. Dalam karyanya tersebut dapat dibedakan mana
yang perkataan langsung dan yang tidak langsung. Pada yang pertama adalah
rekonstruksinya sendiri terhadap peristiwa-peristiwa dan dipakai untuk
menyatakan tema-tema, sementara yang berikutnya dipakai untuk mewakilio
intisari dari perkataan-perkataan langsung.
Thucydides
Dalam karyanya berjudul The Peloponnesian War, ia
menunjukkan ketelitian dan respek terhadap kebenaran dan bukti laiknya yang
diperlihatkan oleh para sejarawan modern. Thucydides berusaha meliput
peristiwa-peristiwa hangat, seperti halnya Herodotus. Ia mengatakan, dari bukti
yang ada, setiap orang tidak akan keliru siapa yang punya pandangan hingga
keadaan zaman purbakala yang molek nyaris seperti apa yang saya gambarkan, yang
tidak menaruh kepercayaan pada kata orang ; penyair mana yang bersyair dengan
lagu, yang memperindah dan memperjelas tema-tema mereka, disatu sisi. Dan
disisi lain, pembuat kronik mana yang mengarang dengan visi yang lebih
menyenangkan ketimbang mengungkapkan kebenaran, lewat cerita-cerita mereka yang
tidak bisa diuji dan yang kebanyakan sebab dikejar waktu memilih jalan
ketenaran hingga menjadi tidak dipercaya. Ia memakai inskripsi dan bukti yang
disediakan oleh orakel-orakel untuk melengkapi dan memperkuat catatanya tentang
peristiwa. Selain itu ia juga memakai bukti material untuk menyempurnakan
catatanya tentang kejadian masa lampau.
Gambattista Vico
Pandangan pendidikan Konstruktivistik, Hikmah dan kebijaksanaan (wisdom)
bisa didapatka dengan mempelajari sastra dan sains sekaligus. Vico menjelaskan
untuk mendapatkan kebenaran dan pengetahuan diri, manusia harus mempelajari
senua cabang ilmu pengetahuan. Maksudnya, jika murid dididik dengan seluruh
bentuk pengetahuan, mereka tidak akan terdorong untuk secara gegabah melakukan
pembicaraan-pembicaraan lantaran mereka masih dalam tahap proses belajar.
Mereka juga tidak akan terkenba taklid buta, menolak untuk menerima pandangan
mana pun meski pandangan tersebut tidak disetujui oleh seorang guru. Ia membagi
periode sejarah menjadi tiga corak, periode puisi, periode pahlawan dan periode
manusia. Studi terhadap masa lalu menjadi bisa dilakukan sebabkebenaran bisa
disamakan dengan sebuah bikinan. Sudah begitu adanya dan tidak usah
dipersoalkan lagi. Jika dunia masyarakat sipil memang buatan manusia, dan jika
prinsip-prinsipnyaditemukan dalam modifikasi pemikiran manusiawi yang sama. Para
sejarawan bisa memahami ide dan tindakan para agen sejarah dari watak
kemanusiaan mereka. Namun, memahami kembali ide dari para agen sejarah tidaklah
perkara yang mudah, menuntut kita untuk mempertimbangkan mitos sebagai
kebenaran harfiah, seperti halnya yang dijelaskan Vico dalam periode puisi.
Immanuel Kant
Menurut Kant, Sejarah empiris dan sejarah rasional. Sejarah
empiris, catatan tentang peristiwa masa lampau yang ditulis tanpa prakonsepsi. Para
sejarawan empiris semata-mata mengamati ide dan tindakan masa lalu dan menarik
kesimpulan dari bukti yang mereka dapatkan. Sebaliknya, para sejarawan rasional,
berusaha menemukan pola yang bisa dimengerti pada masa lalu manusia yang tampak
semrawut . jelas tugas sejarawan rasional terasa sulit, sebab sejarah dunia
tampak seperti anyaman dari keangkuhan kekanak-kanakan yang tolol dan bahkan
penghancuran dari kekanak-kanakan. Kant berpendapat, manusia memiliki sejumlah
potensi, karena alam tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Kita harus
meyakini bahwa potensi tersebut pada saatnya akan mewujud. Namun potensi
seperti rasio butuh waktu seumur hidup untuk mewujud. Bahwa alam mempunyai
sarana mewujudkan potensi-potensi tersebut, sarana tersebut adalah hasrat untuk
menyendiri dan bergaulnya manusia. Kebaikan tertinggi adalah dunia kita yang
sampai pada kesempurnaan moral. Kita berkewajiban untuk sebisa mungkin berbuat
demi membangun masa depan kian bermoral dan alam membantu kita untuk mencapai
tujuan ini. “beranilah berpikir sendiri”. Kita sekarang memahami arti tindakan
masa lalu dan mengerti apa yang harus
kita lakukan sekarang demi mewujudkan kebaikan tertinggi. Sejarah filsafat yang
hanya menjelaskan perkembangan-perkembangan merupakan sejarah empiris, namun
sejarah filsafat yang menggambarkan peran para filsuf dalam drama rasio yang
berakhir pada filsafat kritis Kant, yaitu sejarah rasional.
George Wilhelm Friederich Hegel (G.W.F Hegel)
Menurut Hegel, sejarah memiliki tiga tahap yaitu tahap orisinil,
kritis, dan filosofis yang bisa dipandang sebagai sebuah hierarki
bentuk-bentuk. Tiap bentuk dalam hirarki tersebut mewujudkan ide sejarah namun
bentuk yang lebih tinggi mewujudkannya secara lebih komplit. Tiap bentuk adalah
kulminasi dari ide sejarah pada tahap tertentu, dalam arti tiap bentuk dianggap
merupakan perwujudan sempurna ide sejarah sampai ia terbukti tidak memadai dan
ketika ketidakmemadaian tersebut terkuat, para sejarawan diharuskan mengadopsi
sebuah ide sejarah baru. Para sejarawan orisinil terutama mendeskripsikan
tindakan, peristiwa dan kondisi-kondisi yang ada di depan mata mereka dan yang
spiritnya mereka miliki juga. Maka dari itu mendeskripsikan peristiwa-peristiwa
masa itu dari sudut pandang si sejarawan. Ini bisa dilihat dalam karya
Herodotus dan Thucydidies. Pandangan semacam ini tidak lagi dominan lantaran
para sejarawan menyadari bahwa pandangan mereka mereka sendiri dan pandangan
orang yang mereka tulis bisa jadi tidak sejalan. Pandangan orisinil tersebut
menurut Hegel memunculkan sebuah pandangan universal. Ada dua problem yang
menyulitkan mereka. Pertama, mereka kesulitan untuk menentukan cakupan batas
penelitian dan yang kedua bagaimana berlaku adil terhadap pandangan selain
pandangan mereka sendiri?. Respon terhadap kedua hal tersebut, para sejarawan
biasanya mengakhiri dengan penulisan sejarah pragmatis, kritis. Para sejarawan
kritis membatasi penelitian mereka kepada ide-ide yang telah membentuk
penulisan sejarah masa lalu. Para sejarawan pragmatis juga tertarik pad
aide-ide, namun mereka beranjak dai keunikan aksidental sekelompok orang menuju
spirit peristiwa ataupun tindakan dalam arti mereka berusaha mengidentifikasi
apa yang menggerakkan sejarah sekelompok orang. Menurut Hegel, sejarah, seni,
agama dan hokum member petunjuk pada apa yang menggerakkan perkembangan
sekelompok orang, namun hanya berfilsafat dengan metodenya sendiri yang bisa
menjelaskan tenaga penggerak sejarah.
Munggur, 20 November 2011
Hasby Marwahid
Hasby Marwahid
0 komentar:
Posting Komentar