Sabtu, 19 November 2011

Beberapa Pemikir Sejarah


Herodotus
Pengertian Sejarah menurut Bapak Sejarah, Herodotus adalah satu kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban. Memeperlihatan pola perkembangan dan kemerosotan. Fase perkembangan dan kemerosotan dapat dijelaskan dengan dua cara. Pertama, kemakmuran yang berkelanjutan memunculkan arogansi. Manusia yang arogan mudan mengabaikan peringatan. Sekali melanggar batas-batas kemanusiaan mereka, hukuman mengenai mereka adalah dalam bentuk keadilan dan retribusi. Kedua, kemunculan dan kejatuhan Negara-negara dapat dijelaskan dalam istilah kebudayaan lembek dan kebudayaan keras. Kebudayaan keras adalah kebudayaan yang memiliki pemerintahan pusat, bebas dan terbelakang. Kebudayaan lembek adalah kebudayaan yang kaya, rentan ditaklukan oleh kebudayaan dari luar dan diperintah oleh seorang raja yang absolute. Herodotus juga memakai informasi lisan dalam menyusun karyanya. Dalam karyanya tersebut dapat dibedakan mana yang perkataan langsung dan yang tidak langsung. Pada yang pertama adalah rekonstruksinya sendiri terhadap peristiwa-peristiwa dan dipakai untuk menyatakan tema-tema, sementara yang berikutnya dipakai untuk mewakilio intisari dari perkataan-perkataan langsung.
Thucydides
Dalam karyanya berjudul The Peloponnesian War, ia menunjukkan ketelitian dan respek terhadap kebenaran dan bukti laiknya yang diperlihatkan oleh para sejarawan modern. Thucydides berusaha meliput peristiwa-peristiwa hangat, seperti halnya Herodotus. Ia mengatakan, dari bukti yang ada, setiap orang tidak akan keliru siapa yang punya pandangan hingga keadaan zaman purbakala yang molek nyaris seperti apa yang saya gambarkan, yang tidak menaruh kepercayaan pada kata orang ; penyair mana yang bersyair dengan lagu, yang memperindah dan memperjelas tema-tema mereka, disatu sisi. Dan disisi lain, pembuat kronik mana yang mengarang dengan visi yang lebih menyenangkan ketimbang mengungkapkan kebenaran, lewat cerita-cerita mereka yang tidak bisa diuji dan yang kebanyakan sebab dikejar waktu memilih jalan ketenaran hingga menjadi tidak dipercaya. Ia memakai inskripsi dan bukti yang disediakan oleh orakel-orakel untuk melengkapi dan memperkuat catatanya tentang peristiwa. Selain itu ia juga memakai bukti material untuk menyempurnakan catatanya tentang kejadian masa lampau.
Gambattista Vico
Pandangan pendidikan Konstruktivistik, Hikmah dan kebijaksanaan (wisdom) bisa didapatka dengan mempelajari sastra dan sains sekaligus. Vico menjelaskan untuk mendapatkan kebenaran dan pengetahuan diri, manusia harus mempelajari senua cabang ilmu pengetahuan. Maksudnya, jika murid dididik dengan seluruh bentuk pengetahuan, mereka tidak akan terdorong untuk secara gegabah melakukan pembicaraan-pembicaraan lantaran mereka masih dalam tahap proses belajar. Mereka juga tidak akan terkenba taklid buta, menolak untuk menerima pandangan mana pun meski pandangan tersebut tidak disetujui oleh seorang guru. Ia membagi periode sejarah menjadi tiga corak, periode puisi, periode pahlawan dan periode manusia. Studi terhadap masa lalu menjadi bisa dilakukan sebabkebenaran bisa disamakan dengan sebuah bikinan. Sudah begitu adanya dan tidak usah dipersoalkan lagi. Jika dunia masyarakat sipil memang buatan manusia, dan jika prinsip-prinsipnyaditemukan dalam modifikasi pemikiran manusiawi yang sama. Para sejarawan bisa memahami ide dan tindakan para agen sejarah dari watak kemanusiaan mereka. Namun, memahami kembali ide dari para agen sejarah tidaklah perkara yang mudah, menuntut kita untuk mempertimbangkan mitos sebagai kebenaran harfiah, seperti halnya yang dijelaskan Vico dalam periode puisi.
Immanuel Kant
Menurut Kant, Sejarah empiris dan sejarah rasional. Sejarah empiris, catatan tentang peristiwa masa lampau yang ditulis tanpa prakonsepsi. Para sejarawan empiris semata-mata mengamati ide dan tindakan masa lalu dan menarik kesimpulan dari bukti yang mereka dapatkan. Sebaliknya, para sejarawan rasional, berusaha menemukan pola yang bisa dimengerti pada masa lalu manusia yang tampak semrawut . jelas tugas sejarawan rasional terasa sulit, sebab sejarah dunia tampak seperti anyaman dari keangkuhan kekanak-kanakan yang tolol dan bahkan penghancuran dari kekanak-kanakan. Kant berpendapat, manusia memiliki sejumlah potensi, karena alam tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Kita harus meyakini bahwa potensi tersebut pada saatnya akan mewujud. Namun potensi seperti rasio butuh waktu seumur hidup untuk mewujud. Bahwa alam mempunyai sarana mewujudkan potensi-potensi tersebut, sarana tersebut adalah hasrat untuk menyendiri dan bergaulnya manusia. Kebaikan tertinggi adalah dunia kita yang sampai pada kesempurnaan moral. Kita berkewajiban untuk sebisa mungkin berbuat demi membangun masa depan kian bermoral dan alam membantu kita untuk mencapai tujuan ini. “beranilah berpikir sendiri”. Kita sekarang memahami arti tindakan masa lalu  dan mengerti apa yang harus kita lakukan sekarang demi mewujudkan kebaikan tertinggi. Sejarah filsafat yang hanya menjelaskan perkembangan-perkembangan merupakan sejarah empiris, namun sejarah filsafat yang menggambarkan peran para filsuf dalam drama rasio yang berakhir pada filsafat kritis Kant, yaitu sejarah rasional.
George Wilhelm Friederich Hegel (G.W.F Hegel)
Menurut Hegel, sejarah memiliki tiga tahap yaitu tahap orisinil, kritis, dan filosofis yang bisa dipandang sebagai sebuah hierarki bentuk-bentuk. Tiap bentuk dalam hirarki tersebut mewujudkan ide sejarah namun bentuk yang lebih tinggi mewujudkannya secara lebih komplit. Tiap bentuk adalah kulminasi dari ide sejarah pada tahap tertentu, dalam arti tiap bentuk dianggap merupakan perwujudan sempurna ide sejarah sampai ia terbukti tidak memadai dan ketika ketidakmemadaian tersebut terkuat, para sejarawan diharuskan mengadopsi sebuah ide sejarah baru. Para sejarawan orisinil terutama mendeskripsikan tindakan, peristiwa dan kondisi-kondisi yang ada di depan mata mereka dan yang spiritnya mereka miliki juga. Maka dari itu mendeskripsikan peristiwa-peristiwa masa itu dari sudut pandang si sejarawan. Ini bisa dilihat dalam karya Herodotus dan Thucydidies. Pandangan semacam ini tidak lagi dominan lantaran para sejarawan menyadari bahwa pandangan mereka mereka sendiri dan pandangan orang yang mereka tulis bisa jadi tidak sejalan. Pandangan orisinil tersebut menurut Hegel memunculkan sebuah pandangan universal. Ada dua problem yang menyulitkan mereka. Pertama, mereka kesulitan untuk menentukan cakupan batas penelitian dan yang kedua bagaimana berlaku adil terhadap pandangan selain pandangan mereka sendiri?. Respon terhadap kedua hal tersebut, para sejarawan biasanya mengakhiri dengan penulisan sejarah pragmatis, kritis. Para sejarawan kritis membatasi penelitian mereka kepada ide-ide yang telah membentuk penulisan sejarah masa lalu. Para sejarawan pragmatis juga tertarik pad aide-ide, namun mereka beranjak dai keunikan aksidental sekelompok orang menuju spirit peristiwa ataupun tindakan dalam arti mereka berusaha mengidentifikasi apa yang menggerakkan sejarah sekelompok orang. Menurut Hegel, sejarah, seni, agama dan hokum member petunjuk pada apa yang menggerakkan perkembangan sekelompok orang, namun hanya berfilsafat dengan metodenya sendiri yang bisa menjelaskan tenaga penggerak sejarah. 
Munggur, 20 November 2011
Hasby Marwahid 

0 komentar:

Posting Komentar