2009,
tepatnya saat bulan suci yang diagungkan oleh umat Islam, bulan Ramadhan. Bulan
di mana kebanyakan orang menjadi mendadak alim, masjid penuh, dan mereka
berlomba-lomba dalam kebaikan, dalam segala aspek. Puasa wajib dilakoni dengan
ikhlas demi mendapat ridho dari Tuhan semesta alam. Banyak sekali amalan yang
bersifat wajib maupun sunnah, seperti sholat tarawih dan sebagainya. Masjid
menjadi pusat kegiatan, mulai dari buka bersama, pengajian-pengajian, TPA, dan
lain sebagainya. Masjid menjadi makmur, bulan yang begitu suci, beramai-ramai
mereka datang meramaikan, bak lumut dimusim penghujan, suasana masjid begitu
menawan dengan masyarakat yang melingkupinya. Demikian juga hal ini terjadi di
sebuah desa disudut kota gudeg, Jogjakarta, sebuah didesa bernama sebut saja
desa Sidongawi. Sebuah makna kiasan untuk menuju menjadi sarat makna.
Desa
Sidongawi terletak tepatnya disudut timur kota Jogjakarta, masih masuk
kabupaten Bantul. Kondisi geografisnya begitu makmur, dengan deretan
gunung-gunung yang gagah menantang, sawah-sawah yang begitu asri ditanami
berbagai macam tanaman pangan oleh para si pembalik tanah, petani. Musim sudah
tidak bisa diprediksi, menurut prediksi seharusnya sudah masuk musim penghujan,
tapi musim kemarau dengan terik panas dan hawa kering masih mewarnai.
Hutan-hutan jati meranggas, menggugurkan daun-daun yang dulu sempat hijau asri.
Desa semi kota, ramai dan semakin padat penduduk. Bangunan makin lama makin
bermunculan dengan semi industrialisasi dan berbagai usaha
kreatif
masyarakatnya. Di samping itu, Toko-toko mulai berjejal menawarkan menjadi
pelaku konsumerisme dan instan. Kemajuan jaman semakin pesat, desa pun mau
tidak mau harus menjadi bagian dari korban kapitalisme dan liberalism akut.
Cukup
termashur dikecamatan Sekarwangi, kiprah dari desa Sidongawi. Mayoritas
penduduk beragama Islam yang terkenal taat. Dari sini bermunculan para ulama,
kyai dan ustadz dengan berbagai keahliannya dan bidangnya masing-masing.
Seseorang yang menjadi panutan masyarakat karena tinggi ilmunya dalam hal
agama, Islam. Dari masa ke masa memunculkan rentetan kader yang belajar ilmu agama
walaupun tanpa atau tidak harus melalui jalur pesantren, walaupun sebagaian
juga ada. Banyak aktifis yang lahir untuk pejuangan Islam yang berkelanjutan.
Perbedaan antara yang tradisional dan yang mengaku modern tidak menjadi
masalah, karena kehidupan dan aktifitas keagamaan ataupun kemasyarakatan
berjalan secara harmonis. Masyarakat yang cukup maju, didukung peran pemuda
yang kritis dan kreatif dalam menggerakkan dan memajukan desa. Ilmu yang
didapat dalam jalur formal maupun informal tidak disia-siakan, diterapkan dan
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada. Semua berjalan secara sinergis
dengan semangat gotong royong dan keakraban.
****
“kriiiiingg…”,
dering suara HP tiba-tiba berbunyi menggetarkan kamar.
“Hallo, Sorry
mas aku ketiduran”, jawabnya sambil berusaha sekuat tenaga mengumpulkan kembali
nyawanya.”sebentar mas, sebentar, maaf”, tambahmu.
“oke! Ga
masalah, santai saja, kalau udah langsung ke sini ya, sudah ditungguin”, jawab
seorang paruh baya.
“Oke mas!”,
jawabmu. Telfon tertutup.”tuuuuutttt.. tuuttttt”.
Di Sebuah mesin
pengembang pengetahuan di seberang desa Sidongawi, Warnet, sudah terlihat ramai
pengunjung. Dengan beberapa motor Nampak saling berhimpitan, tanda siang itu
sibuk sekali. Saat itu waktu menunjukkan pukul 13.00 siang dengan terik matari
yang membakar kulit. Waktu juga menunjukkan pergantian shift kerja.
“Piye jo? Tumben
koe telat. ?”, kata juragan trersebut
“Hehehe, iyo
mas, kepalaku rodo mumet ki mas”, jawabnya dengan mencoba masih berusaha
mengumpulkan energy yang tersisa.
“Yowis, Gapapa,
nyante wae lek”,tambah sang juragan.
Yah,
inilah sesosok orang yang menyandang nama Bejo,
Nama lengkapnya sebenarnya hasil dari akulturasi budaya likal dan barat “Johan
Berbudi”. Entah dari mana asal kata Bejo tersebut, mungkin dari singkatan
Be=Berbudi, Jo= Johan. Dia adalah salah satu operator (OP) dari warnet
tersebut.seseorang yang dibilang cukup ahli dalam bidang Teknologi Informasi
(IT), tentang informatika gitu. Dia adalah otodidiak sejati. Pencari ilmu dan
gratisan sampai kapanpun. “kuliah tidak penting, yang penting bisa ilmunya”,
jelasnya, kepada tiap orang yang bertanya. Maka dari itu, kuliah D3 nya sampai
sekarang belum lulus juga, padahal banyak sekali teman yang mensupportnya.
Sesoarang
yang berperawakan sedang, tidak gendut, muka sedikit berjerawat dengan ditambah
warna kulit sawo matang. Tiper-tipe orang asli Indonesia, khususnya Jawa. Pada
tangannya tidak pernah lepas dengan mengutak-atik sebuah HP. Internet menjadi
makanan sehari-harinya, entah apapun, yang jelas Bejo akan mati gaya bila tidak
ada internet. Kata teman-teman yang lain, dia adalah rajanya “apus-apus”,
semacam tukang tipu tapi dalam hal bercandaan. Tidak sedikit teman yang sudah
jadi korban keganasannya. Bejo suka berpetualang sendiri dengan bekal tas berisi
peralatan mandi, baju ganti dan sebagainya. Selain itu, bejo juga aktif dalam
organisasi Islam tertentu, yang juga menjadi aktifis kampong.
Disudut lain;
Sidongawi, pukul 12.00WIB.
Suara kakek,
mengumandangkan adzan memecah teriknya siang hari. Suaranya terdengar parau
disertai dengan batuk-batuk. Walaupun usianya sudah lanjut, tapi semangatnya
masih mengalahkan anak-anak muda di kampung itu. dia dikenal dengan nama Mbah
Coker. Nama yang cukup gaul untuk kalangan yang sudah berumuran lanjut.
“tok-tok-tok”,
suara pintu diketok disertai dengan gedoran.”tangi le, uwes adzan kae, yuk gek
neng masjid”, kata seorang ibu-ibu.”mosok kalah sama mbah Coker”, tambahnya.
Pintu kamar
pelan-pelan terbuka, seperti kamar anak muda yang lain, keadaannya cukup
memprihatinkan. Laiknya Kapal pecah yang terkena tsunami dan badai tropis.
Masih juga ditambah dengan gempa bumi. Seperti apa bentuknya, jangan
sekali-kali membanyangkan. Parah. Dia keluar kamar dengan terbata-bata, mata
masih mengatup, dengan mulut terbuka mengeluarkan racunnya.
“Allahu
Akbar. .Allahu Akbar….”, suara Iqomah berkumandang. Ia lalu bergerak cepat,
mengambil sarung dan baju batik kesayangannya yang kebetulan menggelantung
didekat meja makan. Tanpa cuci muka dan lupa pakai sandal, ia berlari dengan
tergesa-gesa. Rambut sedikit acak-acakan ditutup kopiah putih yang menjadi
penutup mustakanya.
Rudy. Sosok tinggi besar dan kurus
dengan kaca mata terpasang dimukannya. Seorang mahasiswa D3 yang rajin menimba
ilmu. Kebetulan satu kampus dengan si Bejo, satu jurusan pula. Entah, dua orang
ini memang kebetulan atau apa. Seperti seorang soulmate, tapi bedanya ini
laki-laki versus laki-laki. Rudy Sujarwo, nama Indonesia modern dipadu dengan
unsure Jawa. Mungkin orang tuannya dulu memberi nama itu supaya namanya selalu
update, alias tidak ketinggalan jaman tapi masih melestarikan budaya. Rudy
kebetulan memimpin organisasi kepemudaan dengan basic masjid di desa Sidongawi.
Risma. Oraganisasi yang cukup maju dan banyak kegiatanya. Pria berkaca mata ini
juga sosok yang sangat sayang kepada keluarganya. Ia anak bungsu dari 4
bersaudara, semua kakaknya sudah menuju kejenjang pernikahan. Selain itu ia
juga punya rutinitas positif, yakni tidur. Manusia tukang tidur ini laiknya
seperti kerbau dengan jatah tidur seperti beruang kutub di musim salju tiba. Tapi
disisi lain, dia punya semangat yang hebat untuk melakukan hal-hal yang luar
biasa.
Malam itu ku
hidupkan computer rumah, sebuah computer yang sudah usang tapi menolongku dalam
segala hal, untuk mengerjakan tugas dan tentu saja bermain game. Ku ambil modem
dan mengeklik tombol connect. Yahoo Mesenger yang tiap hari menemani ku buka.
Dalam daftar list friend ku cari namanya. Lalu;
“BUZZ”,
“BUZZ”,
“bos ?”,
“min, ntar malem
denger-denger ada pertandingan sepakbola”, tanyaku kepadanya.
“Iyo boy, jam
21.00, chesea vs Manchester united”,katanya. “Siap-siap kalah !!”, ejeknya.
“wah, oke. Kita
buktikan nanti malam”, jawabku .
Kuamati sejenak
percakapan via YM tersebut. Kemudian aku mulai membuka situs detik.com. sekilas
membaca tentang berita olah raga khususnya sepakbola. Ku lihat pada klasmen
semetara Manchester United menempati urutan kedua setelah Manchester City. …dan
Chelsea berada pada urutan ke empat. “Masih jauh di bawah, ejekku dalam hati”.
Sesosok
lelaki berperawakan tinggi dan kurus ini bernama mimin . dia adalah seoang yang cerdas dan otodidak. Dia mengenyam
sekolah formal yang cuma sebentar, dikarenakan sesuatu hal. Karakteristik
lelaki ini sedkit pendiam untuk hal-hal tertentu, tapi cukup cerewet jika kita
memancingnya dengan sebuah topic. Sosok lelaki yang tidak pernah tidur (entah
kapan ia tidur) ini juga rekan sepekerjaan dengan bejo. Dalam bidang computer
dan teknologi informasi, kemampuannya tidak diragukan lagi, semua berkat
ke-otodidakannya. Mengkin pedoman “experience
is the best teacher” melekat padanya. Dari semua teman ikut juga
membenarkan hal demikian. Lelaki panang berolahraga karena memang ia tidak
suka, olahraga yang digandrunginya adalah olahraga tangan, yaitu menari-nari
dalam joystick dan bermain PES. Pemikiran-pemikiran hebat dan kreatif suka
keluar dari otaknya disaat teman yang lain buntu. Tapi pemikiran yang jauh
kedepan kadang membuat ia sendiri pesimis sama idenya, dan sering menjadi
provokator atas pikirannya tersebut. Anak bungsu dar 5 bersaudara ini sangat
tertutup dalam hal-hal cinta, kadang kami mengintrogasinya dan tak jarang ia
hanya membalas dengan senyum masam sambil berusaha mengalihkan ketopic lain.
Sebuah
penceritaan
yang belum selesai, untuk para teman-teman penceritaku, sahabat
kecil, rekan seperjuangan. Mencoba menulis sebuah cerita, tidak selesai
karena
dirundung waktu dan beberapa data yang hilang (lupa di save). 2009 yang
lalu,
berlalu begitu saja, tapi cerita itu membekas.. Baru beberapa teman yang
ku sebut, masih kurang, semua jumlahnya ada enam.. enam.. yaa memoir
kemajuan jaman. Begitu
saya menyebutnya. Salam.
0 komentar:
Posting Komentar