Senin, 04 Maret 2013

Ironi Sebuah TOA

Sebuah speaker atau yang lebih dikenal dengan TOA rupa-rupanya memiliki banyak sekali manfaatnya. Salah satunya untuk masjid. Biasanya TOA ini digunakan di masjid-masjid untuk mengeraskan suara, baik suara adzan, pengumuman informasi baik lelayu maupun informasi penting lainnya, ataupun saat adanya kegiatan pengajian berlangsung. Tujuannya supaya suara tersebut terdengar di saentero wilayah kampung atau daerah disekitaran masjid. Utamanya adalah menunjukkan waktu shalat segera dimulai. Adzan, begitu adzan dikumandangkan, suara begitu keras tersebut menggugah masyarakat untuk segera bergegas menuju kemasjid untuk melaksanakan shalat berjamaah.
Sejarahnya, dulu pada zaman Islam era Rosulullah, adalah Billal bin Rabbah yang ditunjuk menjadi tukang adzan (muadzin/modin) karena suaranya yang keras. Suara yang keras tersebut  menggugah kaum muslimin untuk menghentikan aktfitas sejenak dan melaksanakan shalat. Seiring berkembangnya zaman yang terus maju, tekhnologi terus melakukan inovasi. Di Jawa misalnya,  setelah adzan dikumandangkan, kemudian diikuti dengan bunyi kentongan atau bedug yang bertalu-talu. Namun, setelah ditemukannya pengeras suara modern, TOA mulai diadabtasi di masjid-masjid karena dinilai efektif untuk mengeraskan suara modin yang masih manual.

Banyaknya keinginan masyarakat untuk bahu-membahu membangun masjid atau musholla pribadi menjadikan masjid-masjid megah ataupun sederhana mulai bermunculan di mana-mana. Hal ini karena dukungan kuat, bahwa di Indonesia, Islam menjadi mayoritas, baik secara kuantitas maupun otoritas. Masjid-masjid atau musholla mulai berinovasi dengan sendiri-sendirinya. Salah satunya di sebuah kampung yang makmur secara kuantitas masjid atau mushollanya. Maksudnya, kampung tersebut mayoritas memeluk agama Islam secara 100 prosen, dan banyaknya bangunan peribadatan yang berdekatan jaraknya. Hal ini yang akan menjadi sorotan pokok dalam tulisan ini, baik apresiasi maupun kritikan terhadap dinamikanya.
Belum lama ini, sebuah masjid di daerah kampung tersebut, (sebut saja masjid X) melakukan renovasi terhadap pengeras suaranya dengan menambahi beberapa TOA, kurang lebih sebanyak 8 buah. Tiang dari pengeras suaranya pun cukup menjulang tinggi dilangit, setinggi 24 meter. Bisa dibayangkan, suara yang keluar dari mulut TOA ini pun sangat menyedak-nyedak, cukup kerasnya. Suara adzan atau informasi lainnya terdengar hampir di seluruh Pedukuhan. Kampung ini memang cukup luas, terbukti dengan adanya 6 Rukun Tetangga (RT) di satu Pedukuhan. Bisa dibayangan lagi, 2 RT masing-masing memiliki masjid, dan belum lagi musholla yang begitu terdapat di masing-masing RT. Betapa sangat ramainya kumandang adzan pada saat waktu sholat tiba, bertalu-talu meramaikan suasana menjelang shalat, terlepas dari “makmur”nya atau ramainya jamaah atau masyarakat yang berbondong-bondong menuju masjid untuk shalat berjamaah.
Oia, kampung ini juga bisa dibilang beragam, maksudnya orang mengatakan dengan istilah hijau dan biru. Warna hijau adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan biru (Muhammadiyah). Biasanya masjid atau musholla yang hijau, setelah adzan shalat langsung menyanyikan shalawatan dan lagu-lagu Islam pengingat lainnnya (ilir-ilir etc). Hal ini karena NU sangat konsisten untuk melestarikan tradisi yang sudah ada, yang sudah diciptakan oleh para pendahulu (sesepuh) dan diteruskan, sedangkan Muhammadiyah merupakan generasi modern yang berbanding terbalik secara ijtihad. Deliar Noer dalam desertasinya “the Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942” mengatakan, NU mewakili orang-orang bertahan atau istilahnya tradisionalis dan Muhammadiyah mewakili orang-orang maju atau modernis. Maka dari itu, secara aplikasi pemahaman Islam pun sedikit berbeda, meski sama-sama sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. NU mewakili orang-orang pesisir atau desa, sedangkan Muhammadiyah mewakili orang-orang kota, meski sampai detik ini dua mega organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia ini telah menyebarkan sayapnya baik kota maupun desa.
Kembali lagi ke tulisan awal, pasca renovasi dan penambahan TOA, masjid X terasa menggelegar di setiap kumandang adzan dan shalawatannya. Sedangkan masjid lain terasa “kalah” suara adzannya karena hanya dengan sedikit TOA dan sederhana sesuai fungsi dan kapasitasnya saja. Maka, pada saat waktu adzan tiba, suara membahana langit dari masjid X menggeser suara adzan masjid atau mushalla disekitarnya. Jadi kadang masyarakat tidak mendengar suara adzan atau samar saja di masjid yang biasanya mereka gunakan untuk shalat dimasing-masing RTnya. Ditambah lagi, setelah adzan disusul dengan shalawatan dari masjid X yang semakin menggeser samar adzan di masjid lain. Hal ini menjadi perbincangan hangat di masjid sebelahnya dan menjadi keprihatinan jamaah masjid tersebut. Ada yang bilang “mengganggu”, ada yg bilang “terganggu”, bahkan terang-terangan menyebut hal tersebut sebagai “arogansi” karena hal tersebut melampaui kapasitas, manfaat, dan tujuan mulia dari sebuah TOA sebagai pemanggil jamaah untuk shalat.
Fastabiqul Khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan memang dianjurkan dalam Islam. Hal ini memang sebagai sarana syiar Islam dan dakwah, namun tujuan mulia tersebut nampaknya harus ditinjau ulang, karena beberapa kritikan yang masuk dari masyarakat menandakan terlampau melebihi kapasitas. Kondisi seperti ini memang bagus jika semisal masjid X adalah satu-satunya masjid yang berada di sebuah pedukuhan yang luas dan tidak ada masjid lain disekitarnya, sehingga syiarnya menjadi tepat sasaran. Namun faktanya berbanding terbalik, keadaan tidak seperti itu. Masyarakat sudah tidak “bodoh” lagi, zaman juga sudah semakin maju sehingga masyarakat pun dapat berpikir secara logis dan kritis. Terlepas dari itu semua, memang ada hal positif  dari dinamika yang terjadi ini. Masyarakat menjadi mendengar secara jelas kapan waktu sholat tiba, sehingga tidak ada alasan lagi untuk sholat “tidak” tepat waktu dan berbondong-bondong untuk shalat berjamaah di rumah Allah yang suci.
                 Akhir kata, tulisan ini adalah pendapat pribadi yang disimpulkan dari dinamika yang terjadi akhir-akhir ini. Selain itu, ini sama sekali tidak bertujuan untuk mendiskredtikan siapapun dan bukan menjustifikasi juga. Semoga Allah selalu membimbing langkah kita sebaik mungkin dan semoga selalu mendapat ridhoNya. Fastabiqul Khoirat!!

#Tulisan ini murni pendapat saya pribadi...

Munggur, 4 Maret 2013
Hasby Marwahid

1 komentar:

  1. salam kenal dari kami, info yang sangat bermanfaat ,mau tau lebih banyak silahkan kunjungi
    Dealer TOA Jogja,
    Dealer TOA Jogja
    Sirine, dan
    Batu Permata

    BalasHapus