Senin, 21 Januari 2013

Warisan K.H. Ahmad Dahlan (studi Muhammadiyah masa awal)


Oleh : Hasbi Marwahid
Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 8 November 1912. Sejak dua belas tahun berdirinya Muhammadiyah, yakni pada tanggal 23 Februari 1923, tepat pada usia yang ke-55, K.H Ahmad Dahlan meninggal dunia. Beliau meninggalkan Muhammadiyah dalam keadaan yang sudah mapan dan sudah mempunyai dasar-dasar yang kuat. Pada periode kepemimpinan K.H Ahmad Dahlan, Muhammadiyah mengalami masa pembentukan dan peletakan dasar-dasar organisasi yang memberikan arah bagi perkembangan organisasi di masa-masa selanjutnya.
Infra struktur organisasi Muhammadiyah yang dibentuk pada masa K.H Ahmad Dahlan terdiri berbagai macam bagian, menurut Alfian, ia membagi menjadi tujuh macam bagian, yaitu: (1) Bagian Tabligh/Dakwah; (2) Bagian Sekolahan; (3) Bagian ‘Aisyiah (4) Bagian Penolong Kesengsaraan Umum, disingkat PKU; (5) Bagian Hizbul Wathan; (6) Bagian Taman Pustaka; dan (7) Bagian Penolong Haji. Masing-masing bagian tersebut di atas dalam perkembangannya menjadi badan-badan tersendiri dalam
organisasi Muhammadiyah, dan merupakan tiang utama yang kokoh bagi kehidupan organisasi pada masa-masa selanjutnya.
Pendiri Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan adalah contoh yang nyata dalam bidang tabligh dan dakwah. Selain sebagai pedagang, beliau juga menyempatkan diri untuk bertabligh diberbagai kota yang dikunjunginya, seperti Jakarta dan Garut di Jawa Barat, Solo, Pekalongan, dan tempat-tempat lain di Jawa Tengah, Surabaya dan Banyuwangi di Jawa Timur. Hal ini juga dilakukan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yan lainnya, baik pria (muballigh) maupun wanita (muballighah).
Bagian pendidikan juga memperlihatkan kemajuan dan perkembangan yang sangat berarti bagi lembaga pendidikan modern yang dikelola oleh Muhammadiyah. Hal ini adalah pemikiran K.H Ahmad Dahlan yang ingin membentuk sebuah lembaga pendidikan dengan sistem Eropa, namun di dalamnya juga diajarkan ilmu-ilmu tentang agama. Cikal bakal pendidikan modern di Muhamadiyah sebenarnya sudah ada sejak satu tahun sebelum Muhammadiyah didirikan, yakni dengan didirikanya Standaardschool di Suronatan pada tahun 1911. Perkembangan pendidikan modern Muhammadiyah terus berlanjut pada masa itu, seperti terbentuknya Pondok Muhammadiyah pada tahun 1921. Pada tahun 1922, di Notoprajan Yogyakarta, didirikan H.I.S dan pada akhir tahun 1923 di Yogyakarta sudah terdapat 4 sekolahan klas II yang didirikan oleh Muhammadiyah.
Bagian Aisyiyah yang berdiri pada tahun 1918 yang para anggotanya terdiri dari para wanita pembatik. Pada mulanya perkumpulan ini bernama Sopo Tresno, dikelola oleh para istri pimpinan Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dana untuk memajukan para anggotannya. Namun, dalam perkembangannya perkumpulan ini diperluas gerak langkahnya. Sebagaimana Muhammadiyah, Asyiyah juga bergerak di bidang pendidikan dan sosial keagamaan di kalangan para wanita, memiliki muballighat tersediri, kursus-kursus keagamaan, dan mempunyai sekolah kader yang disebut Wal Asri yang dibina oleh Haji Hajid. Pada tahun 1923, keanggotaan Muhammadiyah yang berjumlah sebesar 3.346, sebanyak 724 orang diantaranya adalah anggota Asyiyah.   
Gerakan kepanduan Hizbul Wathan yang berdiri pada tahun 1918. K.H Ahmad Dahlan tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Javaanesche Padvinders Organisatie (JPO) yang dilihatnya di Solo. Gerakan tersebut pada awalnya dikenal dengan Padvindeers Muhammadiyah, dan beberapa lama kemudian berganti nama menjadi Hizbul Wathan (HW), yang berarti golongan yang cinta tanah air. Selain itu Muhammadiyah juga mendirikan Penolong Kesengsaran Umum, untuk menolong orang-orang miskin, yatim dan orang-orang yang sakit. Pada tahun 1923 bagian ini sudah berhasil mendirikan sebuah panti asuhan, sebuah klinik dan poliklinik.
Pada tahun 1912 terbentuk panitia penolong haji yang bertujuan membantu para jama’ah haji dengan Haji Sudjak sebagai ketua pertamanya. Selain itu pada tahun 1922, Suara Muhammadiyah, organ resmi organisasi yang diterbitkan sebulan sekali terbit untuk pertama kali dengan oplag 2000 eks, sekalipun pada tahun 1923 jumlah tersebut menurun menjadi 1.000 eks karena masalah keuangan. Munculnya media cetak ini menandai awal aktifitas bagian Taman Pustaka di Muhammadiyah.
Beberapa bagian organisasi yang terbentuk dalam Muhammadiyah pada masa K.H Ahmad Dahlan tersebut memperlihatkan bahwa ia sudah berhasil membangun dasar pokok organisasi dan meninggalkan Muhammadiyah dalam keadaan mapan dan memungkinkan para generasi penerusya untuk mengembangkan Muhammadiyah secara lebih lanjut. Dasar-dasar pokok Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan berhasil dibentuk oleh K.H Ahmad Dahlan. Hal ini sesuai dengan pesan beliau kepada para penerusnya untuk memperjuangkan Muhammadiyah yaitu “Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu”. 

Sumber :
Alfian, (1989), Muhammadiyah, The Political Behaviour of a Muslim Modernist Organization under Dutch Colonialism, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Deliar Noer, (1996), Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES.

0 komentar:

Posting Komentar